Kamis, 23 Desember 2010

::DEFINISI BAHASA INDONESIA::

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia[1] dan bahasa persatuan bangsa Indonesia [2]. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia , tepatnya sehari sesudahnya,
bersamaan dengan mulai
berlakunya konstitusi . Di Timor Leste , bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja . Dari sudut pandang linguistik , bahasa Indonesia adalah salah
satu dari banyak ragam bahasa Melayu [3]. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau [4]dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia
mengalami perubahan akibat
penggunaanya sebagai bahasa
kerja di lingkungan
administrasi kolonial dan
berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20.
Penamaan "Bahasa Indonesia"
diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari
kesan "imperialisme bahasa"
apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. [5] Proses ini menyebabkan berbedanya
Bahasa Indonesia saat ini dari
varian bahasa Melayu yang
digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya . Hingga saat ini, Bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang
hidup, yang terus
menghasilkan kata-kata baru,
baik melalui penciptaan
maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun dipahami dan
dituturkan oleh lebih dari 90%
warga Indonesia, Bahasa
Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya.
Sebagian besar warga
Indonesia menggunakan salah
satu dari 748 bahasa yang ada
di Indonesia sebagai bahasa ibu.[6] Penutur Bahasa Indonesia kerap kali
menggunakan versi sehari-
hari (kolokial) dan/atau
mencampuradukkan dengan
dialek Melayu lainnya atau
bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia
digunakan sangat luas di
perguruan-perguruan, di
media massa, sastra,
perangkat lunak, surat-
menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, [7] sehingga dapatlah dikatakan
bahwa Bahasa Indonesia
digunakan oleh semua warga
Indonesia. Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. [8] Dasar-dasar yang penting untuk
komunikasi dasar dapat
dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. [9] Sejarah Lihat pula Sejarah bahasa Melayu . Masa lalu sebagai bahasa
Melayu Bahasa Indonesia adalah
varian bahasa Melayu, sebuah
bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda- Sulawesi , yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern. Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui
memakai bahasa Melayu
(sebagai bahasa Melayu Kuna ) sebagai bahasa kenegaraan.
Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera bagian
selatan peninggalan kerajaan
itu menggunakan bahasa
Melayu yang bertaburan kata-
kata pinjaman dari bahasa Sanskerta , suatu bahasa Indo- Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan
bahasa ini diketahui cukup
luas, karena ditemukan pula
dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa [10] dan Pulau Luzon.[11] Kata- kata seperti samudra, istri,
raja, putra, kepala, kawin, dan
kaca masuk pada periode
hingga abad ke-15 Masehi. Pada abad ke-15 berkembang
bentuk yang dianggap sebagai
bahasa Melayu Klasik (classical
Malay atau medieval Malay).
Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka , yang perkembangannya kelak
disebut sebagai bahasa Melayu
Tinggi. Penggunaannya
terbatas di kalangan keluarga
kerajaan di sekitar Sumatera , Jawa , dan Semenanjung Malaya .[rujukan? ] Laporan Portugis , misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh
semua pedagang di wilayah
Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak
dari Nusantara yang menjadi
juru bahasa di wilayah itu. Ciri
paling menonjol dalam ragam
sejarah ini adalah mulai
masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama
Islam yang mulai masuk sejak
abad ke-12. Kata-kata bahasa
Arab seperti masjid, kalbu,
kitab, kursi, selamat, dan
kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk,
dewan, saudagar, tamasya,
dan tembakau masuk pada
periode ini. Proses penyerapan
dari bahasa Arab terus
berlangsung hingga sekarang. Kedatangan pedagang
Portugis, diikuti oleh Belanda,
Spanyol, dan Inggris
meningkatkan informasi dan
mengubah kebiasaan
masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis
banyak memperkaya kata-
kata untuk kebiasaan Eropa
dalam kehidupan sehari-hari,
seperti gereja, sepatu, sabun,
meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama
banyak memberi pengayaan
di bidang administrasi,
kegiatan resmi (misalnya
dalam upacara dan
kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-
kata seperti asbak, polisi,
kulkas, knalpot, dan stempel
adalah pinjaman dari bahasa
ini. Bahasa yang dipakai
pendatang dari Cina juga
lambat laun dipakai oleh
penutur bahasa Melayu, akibat
kontak di antara mereka
yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah
dapat diduga, kata-kata
Tionghoa yang masuk
biasanya berkaitan dengan
perniagaan dan keperluan
sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko,
tauke, dan cukong. Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa
bahasa orang Melayu/Melaka
dianggap sebagai bahasa yang
paling penting di "dunia timur". [12] Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini
melahirkan berbagai varian
lokal dan temporal. Bahasa
perdagangan menggunakan
bahasa Melayu di berbagai
pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis , bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat.
Terjadi proses pidginisasi di
beberapa kota pelabuhan di
kawasan timur Nusantara,
misalnya di Manado, Ambon , dan Kupang . Orang-orang Tionghoa di Semarang dan
Surabaya juga menggunakan
varian bahasa Melayu pidgin.
Terdapat pula bahasa Melayu
Tionghoa di Batavia . Varian yang terakhir ini malah
dipakai sebagai bahasa
pengantar bagi beberapa surat
kabar pertama berbahasa
Melayu (sejak akhir abad ke-19). [13] Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan
bahasa Melayu Pasar oleh para
peneliti bahasa. Terobosan penting terjadi
ketika pada pertengahan abad
ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu
dapat dikatakan bahwa
bahasa ini adalah bahasa yang
full-fledged, sama tinggi
dengan bahasa-bahasa
internasional di masa itu, karena memiliki kaidah dan
dokumentasi kata yang
terdefinisi dengan jelas. Hingga akhir abad ke-19 dapat
dikatakan terdapat paling
sedikit dua kelompok bahasa
Melayu yang dikenal
masyarakat Nusantara: bahasa
Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa
Melayu Tinggi yang terbatas
pemakaiannya tetapi memiliki
standar. Bahasa ini dapat
dikatakan sebagai lingua franca , tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa
kedua atau ketiga. Kata-kata
pinjaman Bahasa Indonesia Pemerintah kolonial Hindia-
Belanda menyadari bahwa
bahasa Melayu dapat dipakai
untuk membantu administrasi
bagi kalangan pegawai
pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai
pribumi dinilai lemah. Dengan
menyandarkan diri pada
bahasa Melayu Tinggi (karena
telah memiliki kitab-kitab
rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam
standardisasi bahasa. Promosi
bahasa Melayu pun dilakukan
di sekolah-sekolah dan
didukung dengan penerbitan
karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini
terbentuklah "embrio" bahasa
Indonesia yang secara
perlahan mulai terpisah dari
bentuk semula bahasa Melayu
Riau-Johor. Pada awal abad ke-20
perpecahan dalam bentuk
baku tulisan bahasa Melayu
mulai terlihat. Di tahun 1901,
Indonesia (sebagai Hindia- Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. [12] Ejaan Van Ophuysen diawali dari
penyusunan Kitab Logat
Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen , dibantu oleh Nawawi Soetan Ma ’moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim. Intervensi pemerintah
semakin kuat dengan
dibentuknya Commissie voor
de Volkslectuur ("Komisi
Bacaan Rakyat" - KBR) pada
tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka . Pada tahun 1910 komisi ini, di
bawah pimpinan D.A. Rinkes,
melancarkan program Taman
Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa
instansi milik pemerintah.
Perkembangan program ini
sangat pesat, dalam dua tahun
telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. [14] Bahasa Indonesia secara resmi diakui
sebagai "bahasa persatuan
bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa
nasional atas usulan Muhammad Yamin , seorang politikus, sastrawan, dan ahli
sejarah. Dalam pidatonya pada
Kongres Nasional kedua di
Jakarta, Yamin mengatakan, "Jika mengacu pada masa
depan bahasa-bahasa yang
ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya
ada dua bahasa yang bisa
diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa
Jawa dan Melayu. Tapi dari
dua bahasa itu, bahasa
Melayulah yang lambat
laun akan menjadi bahasa
pergaulan atau bahasa persatuan." [15] Selanjutnya perkembangan
bahasa dan kesusastraan
Indonesia banyak dipengaruhi
oleh sastrawan Minangkabau , seperti Marah Rusli , Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar , Sutan Takdir Alisyahbana , Hamka , Roestam Effendi , Idrus, dan Chairil Anwar . Sastrawan tersebut banyak
mengisi dan menambah
perbendaharaan kata, sintaksis , maupun morfologi bahasa Indonesia.[16] Peristiwa-peristiwa
penting yang berkaitan
dengan perkembangan
bahasa Indonesia Perinciannya sebagai berikut: 1. Tahun 1908 pemerintah
kolonial mendirikan sebuah
badan penerbit buku-buku
bacaan yang diberi nama
Commissie voor de
Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang
kemudian pada tahun 1917
diubah menjadi Balai Pustaka . Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel,
seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku
penuntun bercocok tanam,
penuntun memelihara
kesehatan, yang tidak
sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat
luas. 2. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam
pidatonya. Hal ini untuk
pertamakalinya dalam
sidang Volksraad , seseorang berpidato
menggunakan bahasa Indonesia.[17] 3. Tanggal 28 Oktober 1928
secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi
bahasa persatuan
Indonesia. 4. Tahun 1933 berdiri sebuah
angkatan sastrawan muda
yang menamakan dirinya
sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana . 5. Tahun 1936 Sutan Takdir
Alisyahbana menyusun
Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia. 6. Tanggal 25-28 Juni 1938
dilangsungkan Kongres
Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat
disimpulkan bahwa usaha
pembinaan dan
pengembangan bahasa
Indonesia telah dilakukan
secara sadar oleh cendekiawan dan
budayawan Indonesia saat
itu. 7. Tanggal 18 Agustus 1945
ditandatanganilah Undang- Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal
36) menetapkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa
negara. 8. Tanggal 19 Maret 1947
diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van
Ophuijsen yang berlaku
sebelumnya. 9. Tanggal 28 Oktober s.d 2
November 1954
diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan
tekad bangsa Indonesia
untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa
Indonesia yang diangkat
sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai
bahasa negara. 0. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto , Presiden Republik Indonesia,
meresmikan penggunaan
Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan (EYD)
melalui pidato kenegaraan
di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan
Keputusan Presiden No. 57
tahun 1972. 1. Tanggal 31 Agustus 1972
Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan menetapkan
Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah resmi
berlaku di seluruh wilayah
Indonesia (Wawasan
Nusantara). 2. Tanggal 28 Oktober s.d 2
November 1978
diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia III di
Jakarta. Kongres yang
diadakan dalam rangka memperingati Sumpah
Pemuda yang ke-50 ini
selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan,
dan perkembangan bahasa
Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha
memantapkan kedudukan
dan fungsi bahasa
Indonesia. 3. Tanggal 21-26 November
1983 diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia
IV di Jakarta. Kongres ini
diselenggarakan dalam
rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang
ke-55. Dalam putusannya
disebutkan bahwa
pembinaan dan
pengembangan bahasa
Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga
amanat yang tercantum di
dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara, yang
mewajibkan kepada semua
warga negara Indonesia untuk menggunakan
bahasa Indonesia dengan
baik dan benar, dapat
tercapai semaksimal
mungkin. 4. Tanggal 28 Oktober s.d 3
November 1988
diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia V di
Jakarta. Kongres ini dihadiri
oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari
seluruh Indonesia dan
peserta tamu dari negara
sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia , Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia . Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya
besar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa
kepada pencinta bahasa di
Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. 5. Tanggal 28 Oktober s.d 2
November 1993
diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia VI di
Jakarta. Pesertanya
sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53
peserta tamu dari
mancanegara meliputi
Australia, Brunei
Darussalam, Jerman,
Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura,
Korea Selatan, dan Amerika
Serikat. Kongres
mengusulkan agar Pusat
Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya
menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta
mengusulkan disusunnya
Undang-Undang Bahasa
Indonesia. 6. Tanggal 26-30 Oktober 1998
diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia , Jakarta. Kongres itu mengusulkan
dibentuknya Badan
Pertimbangan Bahasa. Penyempurnaan ejaan Ejaan-ejaan untuk bahasa
Melayu/Indonesia mengalami
beberapa tahapan sebagai
berikut: Ejaan van Ophuijsen Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi
Soetan Ma ’moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim menyusun ejaan baru
ini pada tahun 1896. Pedoman
tata bahasa yang kemudian
dikenal dengan nama ejaan
van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada
tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan
ini yaitu: 1. Huruf ï untuk
membedakan antara huruf
i sebagai akhiran dan
karenanya harus
disuarakan tersendiri
dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga
digunakan untuk menulis
huruf y seperti dalam
Soerabaïa. 2. Huruf j untuk menuliskan
kata-kata jang, pajah,
sajang, dsb. 3. Huruf oe untuk menuliskan
kata-kata goeroe, itoe,
oemoer, dsb. 4. Tanda diakritik, seperti
koma ain dan tanda trema,
untuk menuliskan kata-
kata ma ’moer, ’akal, ta ’, pa’, dsb. Ejaan Republik Ejaan ini diresmikan pada
tanggal 19 Maret 1947
menggantikan ejaan
sebelumnya. Ejaan ini juga
dikenal dengan nama ejaan Soewandi . Ciri-ciri ejaan ini yaitu: 1. Huruf oe diganti dengan u
pada kata-kata guru, itu,
umur, dsb. 2. Bunyi hamzah dan bunyi
sentak ditulis dengan k
pada kata-kata tak, pak,
rakjat, dsb. 3. Kata ulang boleh ditulis
dengan angka 2 seperti
pada kanak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an. 4. Awalan di- dan kata depan
di kedua-duanya ditulis
serangkai dengan kata
yang mendampinginya. Ejaan Melindo (Melayu
Indonesia) Konsep ejaan ini dikenal pada
akhir tahun 1959. Karena
perkembangan politik selama
tahun-tahun berikutnya,
diurungkanlah peresmian
ejaan ini. Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan
(EYD) Ejaan ini diresmikan
pemakaiannya pada tanggal
16 Agustus 1972 oleh Presiden
Republik Indonesia. Peresmian
itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa
serumpun, yakni Bahasa
Indonesia dan Bahasa
Malaysia, semakin dibakukan. Perubahan: Indonesia (pra-1972) Malaysia (pra-1972) Sejak 1972 tj ch c dj j j ch kh kh nj ny ny sj sh sy j y y oe* u u Catatan : Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u". Senarai kata serapan
dalam bahasa Indonesia Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kata serapan dalam bahasa Indonesia Bahasa Indonesia adalah
bahasa yang terbuka.
Maksudnya ialah bahwa
bahasa ini banyak menyerap
kata-kata dari bahasa lain. Asal Bahasa Jumlah Kata Belanda 3.280 kata Inggris 1.610 kata Arab 1.495 kata Sanskerta -Jawa Kuno 677 kata Tionghoa 290 kata Portugis 131 kata Tamil 83 kata Parsi 63 kata Hindi 7 kata Bahasa daerah: Jawa , Sunda, dll. ... Sumber : Buku berjudul "Senarai Kata Serapan dalam
Bahasa Indonesia" (1996) yang
disusun oleh Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa
(sekarang bernama Pusat Bahasa). Daftar bahasa daerah di
Indonesia Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar bahasa di Indonesia Penggolongan Indonesia termasuk anggota
dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan
cabang dari bahasa Austronesia . Menurut situs Ethnologue , bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra Distribusi geografis Bahasa Indonesia dituturkan
di seluruh Indonesia,
walaupun lebih banyak
digunakan di area perkotaan
(seperti di Jakarta dengan
dialek Betawi serta logat Betawi). Penggunaan bahasa di daerah
biasanya lebih resmi, dan
seringkali terselip dialek dan
logat di daerah bahasa
Indonesia itu dituturkan.
Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah
kadang bahasa daerahlah yang digunakan sebagai
pengganti untuk bahasa
Indonesia. Kedudukan resmi Bahasa Indonesia memiliki
kedudukan yang sangat
penting seperti yang
tercantum dalam: 1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. 2. Undang-Undang Dasar RI
1945 Bab XV (Bendera,
Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu
Kebangsaan) Pasal 36
menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Dari Kedua hal tersebut, maka
kedudukan bahasa Indonesia
sebagai: 1. Bahasa kebangsaan,
kedudukannya berada di
atas bahasa-bahasa daerah. 2. Bahasa negara (bahasa
resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia ) Bunyi Berikut adalah fonem dari
bahasa indonesia mutakhir Vokal Depan Madya Belakang Tertutup iː uː Tengah e ə o Hampir Terbuka (ɛ) (ɔ) Terbuka a Bahasa Indonesia juga
mempunyai diftong /ai/, /
au/, dan /oi/. Namun, di dalam
suku kata tertutup seperti air
kedua vokal tidak diucapkan
sebagai diftong Konsonan Bibir Gigi Langit 2 keras Langit 2 lunak Celah
suara Sengau m n ɲ ŋ Letup p b t d c ɟ k g ʔ Desis (f) s (z) (ç) (x) h Getar/ Sisi l r Hampiran w j Vokal di dalam tanda
kurung adalah alofon sedangkan konsonan di
dalam tanda kurung adalah
fonem pinjaman dan hanya
muncul di dalam kata
serapan. /k/, /p/, dan /t/ tidak
diaspirasikan /t/ dan /d/ adalah konsonan gigi bukan konsonan rongga gigi
seperti di dalam bahasa
Inggris. /k/ pada akhir suku kata
menjadi konsonan letup
celah suara Penekanan ditempatkan
pada suku kata kedua dari
terakhir dari kata akar.
Namun apabila suku kata
ini mengandung pepet maka penekanan pindah ke
suku kata terakhir. Tata bahasa Dibandingkan dengan bahasa-
bahasa Eropa, bahasa
Indonesia tidak menggunakan
kata bergender. Sebagai
contoh kata ganti seperti "dia"
tidak secara spesifik menunjukkan apakah orang
yang disebut itu lelaki atau
perempuan. Hal yang sama
juga ditemukan pada kata
seperti "adik" dan "pacar"
sebagai contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis
kelamin, sebuah kata sifat
harus ditambahkan, "adik
laki-laki" sebagai contohnya. Ada juga kata yang berjenis
kelamin, seperti contohnya
"putri" dan "putra". Kata-kata
seperti ini biasanya diserap
dari bahasa lain. Pada kasus di
atas, kedua kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno. Untuk mengubah sebuah kata
benda menjadi bentuk jamak
digunakanlah reduplikasi (perulangan kata ), tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat
dalam konteks. Sebagai
contoh "seribu orang" dipakai,
bukan "seribu orang-orang".
Perulangan kata juga
mempunyai banyak kegunaan lain, tidak terbatas
pada kata benda. Bahasa Indonesia
menggunakan dua jenis kata
ganti orang pertama jamak,
yaitu "kami" dan "kita".
"Kami" adalah kata ganti
eksklusif yang berarti tidak termasuk sang lawan bicara,
sedangkan "kita" adalah kata
ganti inklusif yang berarti
kelompok orang yang disebut
termasuk lawan bicaranya. Susunan kata dasar yaitu
Subyek - Predikat - Obyek
(SPO), walaupun susunan kata
lain juga mungkin. Kata kerja
tidak di bahasa berinfleksikan
kepada orang atau jumlah subjek dan objek. Bahasa
Indonesia juga tidak
mengenal kala (tense). Waktu
dinyatakan dengan
menambahkan kata
keterangan waktu (seperti, "kemarin" atau "esok"), atau
petunjuk lain seperti "sudah"
atau "belum". Dengan tata bahasa yang
cukup sederhana bahasa
Indonesia mempunyai
kerumitannya sendiri, yaitu
pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup
membingungkan bagi orang
yang pertama kali belajar
bahasa Indonesia. Awalan, akhiran, dan
sisipan Bahasa Indonesia mempunyai
banyak awalan , akhiran , maupun sisipan, baik yang asli dari bahasa-bahasa Nusantara
maupun dipinjam dari bahasa-
bahasa asing. Untuk daftar awalan, akhiran,
maupun sisipan dapat dilihat
di halaman masing-masing. Dialek dan ragam bahasa Pada keadaannya bahasa
Indonesia menumbuhkan
banyak varian yaitu varian
menurut pemakai yang
disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian
yang disebut sebagai ragam bahasa. Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut: 1. Dialek regional , yaitu rupa-rupa bahasa yang
digunakan di daerah
tertentu sehingga ia
membedakan bahasa yang
digunakan di suatu daerah
dengan bahasa yang digunakan di daerah yang
lain meski mereka berasal
dari eka bahasa. Oleh
karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon , dialek Jakarta (Betawi ), atau bahasa Melayu dialek Medan. 2. Dialek sosial , yaitu dialek yang digunakan oleh
kelompok masyarakat
tertentu atau yang
menandai tingkat
masyarakat tertentu.
Contohnya dialek wanita dan dialek remaja. 3. Dialek temporal , yaitu dialek yang digunakan
pada kurun waktu
tertentu. Contohnya dialek
Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman
Abdullah. 4. Idiolek , yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang.
Sekalipun kita semua
berbahasa Indonesia, kita
masing-masing memiliki
ciri-ciri khas pribadi dalam
pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata. Ragam bahasa dalam bahasa
Indonesia berjumlah sangat
banyak dan tidak terhad.
Maka itu, ia dibagi atas dasar
pokok pembicaraan,
perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara. Ragam bahasa menurut
pokok pembicaraan meliputi: 1. ragam undang-undang 2. ragam jurnalistik 3. ragam ilmiah 4. ragam sastra Ragam bahasa menurut
hubungan antarpembicara
dibagi atas: 1. ragam lisan, terdiri dari: 1. ragam percakapan 2. ragam pidato 3. ragam kuliah 4. ragam panggung 2. ragam tulis, terdiri dari: 1. ragam teknis 2. ragam undang-undang 3. ragam catatan 4. ragam surat-menyurat Dalam kenyataannya, bahasa
baku tidak dapat digunakan
untuk segala keperluan, tetapi
hanya untuk: 1. komunikasi resmi 2. wacana teknis 3. pembicaraan di depan
khalayak ramai 4. pembicaraan dengan orang
yang dihormati Selain keempat penggunaan
tersebut, dipakailah ragam
bukan baku. Lihat pula Peribahasa Indonesia Bahasa Melayu Kata serapan dalam bahasa
Indonesia Daftar kata serapan dalam
bahasa Indonesia Bahasa Belanda di Indonesia Perbedaan antara bahasa
Melayu dan bahasa
Indonesia Perbedaan antara sebutan
bahasa Melayu basahan dan
bahasa Indonesia Referensi 1. ^ Pasal 36 Undang-Undang Dasar RI 1945 2. ^ Butir ketiga Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 3. ^ Kridalaksana H. 1991. Pendekatan tentang
Pendekatan Historis dalam
Kajian Bahasa Melayu dan
Bahasa Indonesia. Dalam
Kridalaksana H.
(penyunting). Masa Lampau bahasa Indonesia: Sebuah
Bunga Rampai. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta. 4. ^ Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I
1939 di Solo: "jang dinamakan 'Bahasa
Indonesia' jaitoe bahasa
Melajoe jang
soenggoehpoen pokoknja
berasal dari 'Melajoe Riaoe'
akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe
dikoerangi menoeroet
keperloean zaman dan alam
baharoe, hingga bahasa itoe
laloe moedah dipakai oleh
rakjat diseloeroeh Indonesia itoe haroes
dilakoekan oleh kaoem ahli
jang beralam baharoe, ialah
alam kebangsaan
Indonesia", dikutip di
Pendahuluan KBBI cetakan ketiga. 5. ^ Asmadi T.D. Arti Tanggal 2 Mei bagi Bahasa Indonesia. Laman Lembaga Pers Dr.
Sutomo. Edisi 08 Februari
2010. diakses 5 Maret 2010. 6. ^ Depdiknas Terbitkan Peta Bahasa Blog BahasaKita 4 Maret 2009, mirror dari
berita AntaraOnline edisi 22
Oktober 2008. 7. ^ http://www.ohio.edu/ LINGUISTICS/indonesian/
index.html Why Indonesian is important to
learn. Situs pengajaran
bahasa Indonesia di Ohio
State University. 8. ^ Farber, Barry. J. How to learn any language quickly,
enjoyably and on your
own. Citadel Press. 1991. 9. ^ Eliot, J., Bickersteth, J. Sumatra Handbook.
Footprint. 2000. 0. ^ Penemuan prasasti berbahasa Melayu Kuno di
Jawa Tengah (berangka
tahun abad ke-9) dan di
dekat Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10
menunjukkan adanya
penyebaran penggunaan
bahasa ini di Pulau Jawa 1. ^ Keping Tembaga Laguna (900 M) yang ditemukan di
dekat Manila, Pulau Luzon, berbahasa Melayu Kuna,
menunjukkan keterkaitan
wilayah itu dengan
Sriwijaya. 2. ^ a b ( e n ) Best of The Best (Crème de la Crème) 3. ^ Hal ini tidak mengherankan karena
banyak dari pengusaha
penerbitan di kala itu
berasal dari etnis Tionghoa. 4. ^ Balai Pustaka, Berbenah Setelah Satu Abad . Kompas daring, 25 November 2009. 5. ^ [1] 6. ^ Teeuw, A (1986). Modern Indonesian Literature I. 7. ^ Etek, Azizah (2008). Kelah Sang Demang, Jahja Datoek
Kajo, Pidato Otokritik di
Volksraad 1927 - 1939. Pranala luar ( i d ) Situs Pusba - Pusat Bahasa ( i d ) Pusatbahasa: Sekilas tentang Sejarah
Bahasa Indonesia ( i d ) Kamus Besar Bahasa Indonesia ( e n ) Ethnologue edisi 16 ( i d ) Piagam Hak Asasi Manusia dalam bahasa
Indonesia ( i d ) Tentang Bahasa Indonesia ( i d ) Bahasa Indonesia Flash Thesaurus Pembelajaran bahasa
Indonesia ( i d ) ( e n ) Bahasa Kita ( e n ) Wikibooks - Belajar Bahasa Indonesia ( e n ) Belajar Bahasa Indonesia ( e n ) Belajar Bahasa Indonesia lewat Internet ( e n ) Belajar Bahasa Indonesia online ( e n ) Indonesia WWW Virtual Library

Tidak ada komentar:

Posting Komentar